Kisah tentang Hukuman Mati

Socrates
Socrates salah satu filsuf Yunani memiliki kisah tragis dalam perjalanan akhir hidupnya. Tuduhan mengesampingkan dewa-dewa yang menjadi pujaan negara-kota dan penyebaran ajaran baru menjadi alasan ia harus menerima hukuman mati dengan cara minum racun.

Socrates secara lugas dan meyakinkan, menyatakan dirinya tidak bersalah dan justru seharusnya menerima hadiah dari buah-buah pemikirannya. Ketetapan hatinya untuk menerima segala keputusan pengadilan menjadikannya menolak ajakan kawannya Crito untuk melarikan diri. Dan sejarah mencatat bahwa pada usia 70 tahun atau 399 Sebelum Masehi, sang filsuf harus meninggalkan dunia dengan cara paksa.

Thomas More
Kisah tentang tonggak yang kurang lebih sama juga dialami Thomas More, Perdana Menteri Inggris abad VXI.



Thomas kala itu harus menerima hukuman mati dengan cara potong leher pada usia 57 tahun karena ia tidak menyetujui serangkaian tindakan Raja Henry VIII untuk menceraikan permaisurinya yang berasal dari Spanyol yaitu Ratu Catharina dan mengawini Anna Boleyn, dayang sang permaisuri.

Dari peristiwa yang terjadi ini, Raja Henry VIII bukan hanya membawa Inggris dalam lembah pengenalan akan perceraian tapi juga membimbing Kerajaan Inggris untuk bercerai secara kultural dengan gereja Katolik.

Zulfikar Ali Bhutto
Tanggal 5 April 1979 menjadi salah satu hari bersejarah bagi Pakistan. Pada hari itu salah satu mantan Perdana Menteri Pakistan menjalani hukuman mati setelah ia digulingkan Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Jenderal Mohammad Zia ul Haq.



Dalam lansiran dialog yang dilakukan para tokoh dunia telah disampaikan penangguhan hukuman mati yang kemudian ditolah Mahkamah Agung dengan selisih suara tipis 4-3.

Pengadilan Lahore menuduh Bhutto berkomplot untuk membunuh lawan politiknya, Ahmad Raza Kasuari saat ia masih berkuasa, meski sebenarnya Kasuari sendiri lolos namun ayahnya yang sekendara meninggal.

Dalam rangkaian ucapan terakhirnya menurut para saksi, Bhutto berkata "Ya Tuhan, tolonglah saya sebab saya tak bersalah".

30 tahun setelah eksekusi mati dilakukan, Puteri Butto menjadi Perdana Menteri Pakistan sebanyak 2 kali.




Komentar