Sawit
telah menjadi salah satu produk primadona dari tanaman berbasis komoditas.
Sebagai tanaman "gila" yang mampu mengangkat basis ekonomi banyak
para pemangku kepentingan, sawit menurut penulis juga berhasil menarik
pemikiran dan gerak sejumlah pihak untuk mengatur arah industri agar tidak
bergerak secara gradual dan merusak ekosistem.
Pada
tulisan kali ini penulis akan memberikan secercah gambaran mengenai ISPO dan
kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Permentan No 19 tahun 2011. Tulisan ini
akan dibagi dalam beberapa seri sehingga kadang mungkin akan berhenti pada satu
titik tertentu.
Tulisan
ini juga "coba" untuk dituliskan secara sederhana untuk memudahkan
pemahaman para pihak.
Indonesia
Sustainable Palm Oil
Indonesia
Sustainable Palm Oil atau biasa disingkat ISPO merupakan standar yang
dikembangkan dan diakui pemerintah Indonesia untuk mendorong para pelaku
industri minyak sawit guna meningkatkan praktik-praktik berkelanjutan yang
dilakukan melalui suatu proses sertifikasi. ISPO pertama kali
diluncurkan oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian pada
tahun 2011 di Medan Sumatera Utara.
ISPO saat ini telah menjadi suatu kewajiban yang
diterapkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya memelihara lingkungan, meningkatkan
ekonomi, sosial dan penegakan peraturan perundangan Indonesia di sektor kelapa
sawit. Selain itu ISPO juga memiliki peran untuk memenuhi komitmen Presiden
Republik Indonesia dalam mengurangi gas rumah kaca, serta memberikan perhatian
terhadap masalah lingkungan.
Sebagai gerakan mendukung komitmen presiden, selain
meluncurkan ISPO, pada bulan Maret 2011, Kementerian Pertanian menerbitkan
Permentan No. 19/2011 guna meningkatkan praktik industri minyak sawit melalui
sertifikasi.
Sertifikasi
tersebut diberikan kepada perusahaan yang telah memenuhi standar yang
dirumuskan pemerintah, yakni Standar Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO). Peraturan ini juga mensyaratkan semua
produsen minyak sawit di Indonesia patuh pada kriteria ISPO selambat-lambatnya
mulai 31 Desember 2014 (Paoli, Gillespie, Wells, et al, 2013).
Standar
ISPO terdiri dari 7 prinsip, 45 kriteria dan 174 Indikator yang didasarkan pada
kerangka hukum nasional (dengan tambahan) yang meliputi:
- Aspek Sosial, mencakup: kepenguasaan lahan, kesejahteraan buruh, tanggungjawab sosial dan pembangunan ekonomi setempat;
- Aspek Lingkungan hidup, mencakup: emisi-emisi gas rumah kaca, perlindungan keanekaragaman hayati dan kontrol polusi;
- Aspek produktifitas, mencakup: praktik-praktik agronomi yang baik dan teknik-teknik pengoperasian pabrik; dan
- Prinsip-prinsip peningkatan/improvement terus menerus.
Adapun prinsip Indonesian Sustainable Palm Oil yang
menjadi pedoman umum untuk produksi minyak sawit yang berkelanjutan meliputi 7
hal yaitu:
- Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan;
- Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit;
- Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan;
- Tanggung Jawab Terhadap Pekerja;
- Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas;
- Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat;
- Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan
Implementasi peraturan ISPO memiliki keterkaitan erat
dengan sistem evaluasi kinerja perkebunan yang didasarkan pada Permentan
(Peraturan Mentri Pertanian) No. 07/2009. Berdasar peraturan menteri tersebut,
bagi perusahaan yang telah mencapai tingkat kinerja tertentu dapat mengajukan
permohonan untuk mendapatkan audit sertifikasi ISPO. Audit sertifikasi ini
nantinya akan dilakukan oleh suatu lembaga sertifikasi yang disetujui, yang
disebut dengan Certification Board atau biasa disingkat CB.
Bersambung....
Komentar
Posting Komentar