Dalam beberapa tulisan yang
dibuat sebelumnya telah disampaikan mengenai dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari
sawit dalam menjalankan rantai bisnis yang dimilikinya.
Sebagai
salah satu komoditas unggulan Indonesia, sawit bukan semata komoditas penggerak
nilai sebagaimana telah disebutkan di atas, namun sawit juga menawarkan
pengenalan akan bentuk budaya dalam balutan industri khas Indonesia.
Tapi
tahukah Anda bahwa industri sawit memiliki kompleksitas yang rumit dalam
menghadapi tekanan dunia internasional.
Pada
seri pembelajaran ini akan saya sampaikan mengenai hasil studi kasus yang telah
dilakukan Uni Eropa dalam menjelaskan isu yang tengah dihadapi Industri Sawit.
Uni
Eropa
Tekanan Uni Eropa akan industri
sawit dirasakan cukup besar. Dalam 1 dekade terakhir tentunya kita kerap
mendengar tentang “penolakan” minyak sawit Indonesia di pasar Uni Eropa.
Adanya gap pengetahuan terkait
industri ditenggarai menjadi salah satu penyebabnya, sehingga menjadi tidak
salah apabila European Commission DG
Environment menugaskan LMC
International dan 3Keel untuk menyiapkan penelitian yang dirancang untuk:
(1) Memperluas pengetahuan tentang
aspek lingkungan, sosial dan ekonomi minyak sawit;
(2) Menganalisa skema berkelanjutan
yang berlaku, evaluasi kelengkapannya (terutama terkait aspek keanekaragaman hayati
dan karbon) serta kaitkan dengan tujuan lingkungan di UE dan instrumen
kebijakan internasional;
(3) Memeriksa inisatif yang ada di
tingkat UE dan negara anggota serta di India dan Cina mengenai produksi
berkelanjutan dan konsumsi minyak sawit
Dalam laporan yang telah dipublikasikan diurai bahwa perluasan budidaya kelapa sawit telah menghasilkan:
(1) Penggundulan hutan;
(2) Hilangnya
keanekaragaman hayati dan emisi gas rumah kaca;
(3) Perluasan lahan
(dibaca disini sebagai ekspansi industri) di lahan masyarakat yang telah mereka
kelola secara turun-temurun;
(4) Pelecehan
tenaga kerja termasuk pekerja anak dan pekerja paksa
Bukti-bukti
tentang keempat poin ini ada, namun diakui tidaklah lengkap.
Beberapa penjelasan atas bukti
deforestasi, konversi lahan gambut dan kebakaran:
(1)
Deforestasi
Delegasi
Uni Eropa di Indonesia menyatakan bahwa 55% dari hilangnya tutupan pohon secara
keseluruhan di Indonesia di antara tahun 2000-2015 terjadi dalam konsesi
legal,dimana sekitar sepertiganya disumbangkan oleh minyak sawit. Sebanyak 45%
sisanya terjadi di luar konsesi legal.Studi penginderaan jarak jauh perkebunan
di 20 negara menunjukkan bahwa sekitar 45% perkebunan kelapa sawit di Asia
Tenggara berasal dari kawasan hutan pada tahun 1989. Di wilayah lain, penanaman
di kawasan hutan lebih rendah: 31% di Amerika Selatan, 7% di Afrika dan 2% di
Amerika Tengah.
(2)
Konversi Lahan gambut
Estimasi
konversi atas lahan gambut menunjukkan 3,1 juta hektar lahan gambut yang saat
ini telah tertutup oleh perkebunan sawit pada tahun 2015. Ini setara dengan 21%
dari area gambut yang terdapat di Indonesia dan Malaysia.
(3)
Api
19%
dari lahan yang terbakar di Indonesia pada tahun 2015 dan 16,6% kebakaran di
Sumatera dan Kalimantan antara 2012 dan 2015 terjadi di dalam konsesi kelapa
sawit. Namun, metode yang digunakan tidak memperhitungkan kebakaran yang telah
dimulai oleh masyarakat yang tinggal di dalam atau di dekat perbatasan konsesi.
Pada penulisan dan publikasi Laporan
ini, LMC International dan 3 Keel telah menjelaskan bahwa laporan tidak
dimaksudkan untuk memberikan rekomendasi. Laporan ini sebatas memberikan
analisa tentang realitas yang ada di sektor kelapa sawit
Komentar
Posting Komentar