Fakta Sawit - Seri 5


Dalam beberapa tulisan yang dibuat sebelumnya telah disampaikan mengenai dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari sawit dalam menjalankan rantai bisnis yang dimilikinya. 
Sebagai salah satu komoditas unggulan Indonesia, sawit bukan semata komoditas penggerak nilai sebagaimana telah disebutkan di atas, namun sawit juga menawarkan pengenalan akan bentuk budaya dalam balutan industri khas Indonesia.
Tapi tahukah Anda bahwa industri sawit memiliki kompleksitas yang rumit dalam menghadapi tekanan dunia internasional.
Pada seri pembelajaran ini akan saya sampaikan mengenai hasil studi kasus yang telah dilakukan Uni Eropa dalam menjelaskan isu yang tengah dihadapi Industri Sawit.
Uni Eropa
Tekanan Uni Eropa akan industri sawit dirasakan cukup besar. Dalam 1 dekade terakhir tentunya kita kerap mendengar tentang “penolakan” minyak sawit Indonesia di pasar Uni Eropa.
Adanya gap pengetahuan terkait industri ditenggarai menjadi salah satu penyebabnya, sehingga menjadi tidak salah apabila European Commission DG Environment menugaskan LMC International dan 3Keel untuk menyiapkan penelitian yang dirancang untuk:
(1)   Memperluas pengetahuan tentang aspek lingkungan, sosial dan ekonomi minyak sawit;
(2)   Menganalisa skema berkelanjutan yang berlaku, evaluasi kelengkapannya (terutama terkait aspek keanekaragaman hayati dan karbon) serta kaitkan dengan tujuan lingkungan di UE dan instrumen kebijakan internasional;
(3) Memeriksa inisatif yang ada di tingkat UE dan negara anggota serta di India dan Cina mengenai produksi berkelanjutan dan konsumsi minyak sawit


Dalam laporan yang telah dipublikasikan diurai bahwa perluasan budidaya kelapa sawit telah menghasilkan:
(1)   Penggundulan hutan;
(2)   Hilangnya keanekaragaman hayati dan emisi gas rumah kaca;
(3) Perluasan lahan (dibaca disini sebagai ekspansi industri) di lahan masyarakat yang telah mereka kelola secara turun-temurun;
(4)   Pelecehan tenaga kerja termasuk pekerja anak dan pekerja paksa
Bukti-bukti tentang keempat poin ini ada, namun diakui tidaklah lengkap.
Beberapa penjelasan atas bukti deforestasi, konversi lahan gambut dan kebakaran:
(1)   Deforestasi
Delegasi Uni Eropa di Indonesia menyatakan bahwa 55% dari hilangnya tutupan pohon secara keseluruhan di Indonesia di antara tahun 2000-2015 terjadi dalam konsesi legal,dimana sekitar sepertiganya disumbangkan oleh minyak sawit. Sebanyak 45% sisanya terjadi di luar konsesi legal.Studi penginderaan jarak jauh perkebunan di 20 negara menunjukkan bahwa sekitar 45% perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara berasal dari kawasan hutan pada tahun 1989. Di wilayah lain, penanaman di kawasan hutan lebih rendah: 31% di Amerika Selatan, 7% di Afrika dan 2% di Amerika Tengah.
(2)   Konversi Lahan gambut
Estimasi konversi atas lahan gambut menunjukkan 3,1 juta hektar lahan gambut yang saat ini telah tertutup oleh perkebunan sawit pada tahun 2015. Ini setara dengan 21% dari area gambut yang terdapat di Indonesia dan Malaysia.
(3)   Api
19% dari lahan yang terbakar di Indonesia pada tahun 2015 dan 16,6% kebakaran di Sumatera dan Kalimantan antara 2012 dan 2015 terjadi di dalam konsesi kelapa sawit. Namun, metode yang digunakan tidak memperhitungkan kebakaran yang telah dimulai oleh masyarakat yang tinggal di dalam atau di dekat perbatasan konsesi.

Pada penulisan dan publikasi Laporan ini, LMC International dan 3 Keel telah menjelaskan bahwa laporan tidak dimaksudkan untuk memberikan rekomendasi. Laporan ini sebatas memberikan analisa tentang realitas yang ada di sektor kelapa sawit



Komentar