Konflik merupakan situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan
pada perbedaan kepentingan, cara pandang, persepsi, dan lain sebagainya. Sebuah
konflik dapat berubah menjadi sengketa manakala terdapat pihak yang merasa
dirugikan dan hal tersebut diuangkapkan secara langsung kepada pihak yang
merasa dirugikan.
Belum terdapat definisi baku terkait sengketa, konflik dan perkara
pertanahan, namun berdasar Peraturan kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI
No 3 tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan
disampaikan penjelasan mengenai beberapa hal sebagai berikut:
- Kasus Pertanahan: Sengketa,
konflik, atau perkara pertanahan yang disamapaikan kepada BPN RI
untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan nasional
- Sengketa Pertanahan: Perselisihan
pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak
berdampak luas secara sosio-politik.
- Konflik Pertanahan: Perselisihan
pertanahan antara orang perorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan
hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas
secara sosio-politis
- Perkara pertanahan: Perselisihan
pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan
atau putusan lembaga peradilan yang masih dimintakan penangan
perselisihannya di BPN RI
Terjadinya Konflik
Konflik sering kali terjadi akibat keberadaan sumber daya alam
(SDA) semakin langka sementara yang berkepentingan sama (one social-interest
field) banyak, persoalan-persoalan pola perilaku atau interaksi desktruktif
(destructive patterns of behavior or interaction) dan ketidakseimbangan
dalam mengontrol sumber daya alam dimaksud (unequal control of resources).
Secara sederhana kepentingan terhadap SDA oleh masyarakat, pemerintah dan
swasta dapat memicu konflik ketika keberadaan salah satu pihak tidak diakui dan
dipaksakan.
Bentuk konflik
Konflik terjadi dapat terjadi dalam 3 bentuk yaitu:
- Konflik tersembunyi (latent): Para pihak yang terlibat belum menyadari bahwa
terdapat sumber konflik dan berpotensi untuk menjadi lebih tinggi
eskalasinya.
- Konflik mencuat (emerging): Para pihak yang terlibat menyadari bahwa terdapat
konflik, namun belum ada tindakan atau upaya untuk menyelesaiakan konflik.
- Konflik terbuka (manifest): Para pihak yang terlibat menyadari bahwa terdapat
konflik yang terjadi secara aktif dalam upaya penyelesaian konflik baik
secara positif (melalui jalan negosiasi) dan secara negatif (melalui jalan
perselisihan dan pertengkaran.
Saat
konflik tidak mendapat penanganan yang semestinya, ia dapat bereskalasi tanpa
kendali seperti sajian gambar terlampir:
Dampak konflik
Konflik dapat menghasilkan dampak secara positif dan negatif,
dampak positif dapat menciptakan suatu hubungan yang baik antar pihak yang
terlibat. Di sisi lain dampak negatif dapat melahirkan kekerasan, anarki, serta
perasaan dendam yang berkepanjangan.
Penyebab Konflik
Berdasar faktor penyebabnya, terdapat 3 faktor pemicu konflik
kehutanan yaitu:
- Sengketa Tenurial antara negara dan hukum adat
- Tidak diikutsertakannya masyarakat dalam pembuatan
keputusan terkait tata guna lahan
- Buruknya koordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah
Konflik agraria dan sumber daya seringkali terjadi akibat
pencadangan izin baru di lokasi-lokasi yang dikelola atau sebagai wilayah
cadangan bagi masyarakat setempat.
Fase terjadinya konflik
Menurut Louis R. Poundy dirumuskan 5 fase konflik yang disebut
Pondys Model of Organizational Conflict. Penjelasan atas kelimanya dapat
dijelaskan sebagai berikut:
- Tahap Pertama Konflik Terpendam. Merupakan fase awal
dimana konflik yang terjadi masih berupa bibit yang sewaktu-waktu
berpotensi muncul ke permukaan. Fase ini terjadi akibat interaksi individu
ataupun kelompok. Konflik ini masih merupakan tahap awal.
- Tahap Kedua Konflik
yang Terpresepsi. Merupakan fase dimana para pihak yang terlibat
mulai mengkonsepsi situasi-situasi konflik termasuk cara mereka memandang,
menentukan pentingnya isu-isu, kemudian membuat asumsi-asumsi terhadap
motof-motof dan posisi kelompok lawan.
- Tahap Ketiga Konflik
yang Terasa. Pada fase ini, para pihak yang terlibat menyadari
konflik yan terjadi dan merasakan pengalaman emosi, seperti kemarahan,
frustasi, ketakutan dan kegelisahan yang melukai perasaan.
- Tahap Keempat konflik
yang Termanifestasi. Pada fase ini, salah satu pihak yang terlibat
memutuskan untuk beraksi menghadapi kelompok dan sama-sama mencoba saling
menyakiti dan mengagaglkan tujuan lawan.
- Tahap Kelima konflik
yang Terselesaikan. Pada fase ini konflik yang ada telah
diselesaikan. Apabila hasil penyelesaian baik akan berpengaruh pada
organisasi secara positif dan jika berkebalikan akan menghasilkan pengaruh
negatif.
Resolusi Konflik
Resolusi konflik adalah penyelesaian sengketa baik yang dilakukan
di dalam dan di luar pengadilan dengan seluruh metode, praktik dan teknik.
Agar suatu konflik tidak bereskalasi menjadi lebih besar
diperlukan suatu manajemen konflik. Manajemen konflik ini dapat berguna untuk
mengelola konflik dalam agar tidak semakin berkembang ke arah yang negatif.
Jalur Pengadilan
Melalui pendekatan legal dengan hasil akhir dari proses dapat
menjadikan para pihak mendapat kemenangan
atau kekalahan melalui keputusan pengadilan.
Karakteristik ligitasi:
-
Proses formal
-
Para pihak saling
mengajukan argumentasi masing-masing dan mengajukan alat bukti
-
Terdapat pihak ketiga yang
netral
-
Proses belangsung
transparan
-
Hasil akhir memiliki
ketetapan hukum
Jalur
Non Pengadilan
Melalui pendekatan non-legal dengan hasil akhir dari proses dapat
menjadikan para pihak mendapat kemenangan atau kekalahan. Bentuk pendekatan ini
bisa dilakukan melalui ADR (Alternative Dispute Resolution/ Alternatif
Penyelesaian Sengketa).
Menurut bentuknya ADR dapat dibagi menjadi bentuk konsultasi,
konsiliasi, negosiasi, mediasi, dan artibrase:
Model
|
Pengertian
|
Ciri
|
Konsultasi
|
Pemberian konsultasi
|
· Tindakan sepihak
· Memberikan pertimbangan/
rekomendasi
· Posisi aktif ada pihak yang
meminta konsultasi
|
Konsiliasi
|
Penyelesaian sengketa dengan intervensi pihak ketiga
(konsilator)
|
· Intervensi pihak ketiga
· Konsilator aktif
menyusun konsep penyelesaian & solusi
· Tidak membuat keputusan tapi rekomendasi
|
Negosiasi
|
Penyelesaian antar pihak
|
· Antara para pihak sendiri
· Cara bermusyawarah/berunding untuk
mencari penyelesaian
· Penyelesaian kompromi, tidak
mengikat secara hukum
|
Mediasi
|
Penyelesaian menggunakan jasa pihak ketiga yang dipecaya
|
· Memakai pihak III sebagai
mediator
· Putusan mediator akan mengikat
jika didaftarkan ke pengadilan (Perma
Mediasi)
|
Arbitrase
|
Majelis hakin arbitrase berdasarkan perjanjian para pihak yang
bersengketa (UU No. 30 tahun 1999
|
· Pihak ketiga netral arbiter
· Arbiter adalah ahli
· Agumentasi lisan/ tertulis dan
dokumen bukti
· Keputusan mengikat
|
Catatan:
Negosiasi adalah salah satu bagian penting dari ADR (Alternative
Dispute Resolution/ Alternatif Penyelesaian Sengketa). Awalnya negosiasi lebih
berkembang pada sektor bisnis, namun dikarenakan pendekatannya yang juga
aplikatif dalam menangani konflik berbasis agraria dan sumber daya, pendekatan
ini akhirnya banyak digunakan untuk penyelesaian konflik.
Berkembangnya ADR dalam penyelesaian konflik agraria dan sumber
daya alam terjadi disebabkan banyaknya kritik terhadap penyelesaian sengketa
formal yang dilakukan oleh pengadilan.
Negosiasi
Negosiasi merupakan proses untuk menyelesaikan sebuah masalah
untuk mencapai sebuah kesepakatan di antara pihak yang terlibat. Dalam
praktiknya, negosiasi baru dapat dilakukan saat konflik sudah terbuka sehingga
para pihak yang terlibat membutuhkan suatu media untuk penyelesaian konflik.
Berdasar penelitian yang dilakukan Louis R. Pondy, konflk baru
dapat diselesaikan setelah memasuki tahap IV (konflik yang termanifestasi).
Sebuah negosiasi akan berjalan dengan baik apabila para pihak yang
terlibat saling percaya, berlaku jujur dan berani membuka ruang dialog.
Membuat Kesepakatan
Sebagai akhir dari proses negosiasi, para pihak perlu membuat
kesepakatan. Kesepakatan merupakan bagian akhir dalam proses negosiasi.
Kesepakatan dapat berbentuk.
- Tidak formal: lisan
- Semi formal: tertulis dan ditandatangani oleh para
pihak dan mediator
- Formal: tertulis dan disepakati para pihak, mediator
ddikuatkan oleh notaris atau hakim
Pembuatan kesepakatan sebaiknya dilakukan secara
tertulis dengan tujuan:
- Memudahkan pelaksanaan dari poin-poin yang telah
disepakati
- Menghindari adanya perbedaan persepsi
- Dokumentasi atas hal yang telah disepakati
Sumber: Pelatihan Scale Up di Balikpapan 2018
Komentar
Posting Komentar