Mengapa Social Innovation penting untuk dilakukan?
Dalam studi yang dilakukan World
Bank tahun 2015 disebutkan bahwa Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang
baik dalam kurun 15 tahun terakhir. Pencapaian ekonomi yang dialami Indonesia
telah membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan memperbesar jumlah kelas
menengah. Namun demikian “rasa” dari pertumbuhan lebih banyak dinikmati oleh
20% masyarakat terkaya. Sekitar 80% penduduk atau sejumlah 205 juta orang
merasa tertinggal.
Dalam laporan yang dirilis pada tahun yang sama, World
Bank mengambil kisah tentang apa yang dirasakan salah satu kaum marginal di
ibukota bernama Rasma. Beliau adalah seorang penjual es buah gerobak keliling.
Meski ia telah bekerja keras setiap hari dengan memulai aktivitas sejak pukul 4
pagi hingga jam 10 malam, ia tetap merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
keluarganya sehari-hari. Sebagaimana dituturkan beliau:
“Saya melihat Jakarta sudah berkembang dalam
beberapa tahun terakhir. Tapi saya tidak berkembang sama sekali,”
Inilah potret kaum pekerja
marginal di Indonesia. Mereka telah berusaha semaksimal mungkin dengan kondisi
yang ada untuk memperbaiki hidup, namun kembali ke kondisi yang ada, usaha yang
mereka lakukan pada banyak kasus hanya mampu membuat mereka sekedar bertahan
meski mereka telah bekerja dengan keras.
Pertanyaan besarnya bagaimana memberi
Rasma-Rasma baru yang hidup dan mencari kehidupan di Indonesia?
Mengapa Inovasi penting untuk dilakukan?
Banya organisasi dalam dekade ini
terus mengupayakan inovasi dalam membuka ruang bisnis mereka agar terus
berkembang atau setidaknya dapat bertahan. Inovasi menjadi suatu hal yang tidak
dapat diabaikan jika suatu organisasi ingin terus hidup.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana suatu organisasi dapat
berinovasi dan ditunjukkan kepada siapa inovasi yang mereka lakukan?
Perhatikan gambar di bawah:
Ini adalah gambar salah satu toko kelontong yang penulis ambil dari google. Potongan gambar ini adalah salah satu usaha tren yang berkembang di pemukiman di Pulau Jawa dan biasanya berdiri di dekat pemukiman penduduk. Pelaku usaha Toko Kelontong biasanya berasal dari kaum hawa yang banyak menghabiskan waktu dirumah untuk menghasilkan tambahan pendapatan bagi suami. Toko Kelontong ini adalah jenis usaha yang marak berdiri pada rentang tahun 1985 - 2000.
Toko Kelontong ini banyak menjual barang keperluan rumah tangga sehari-hari seperti pasta gigi, sabun mandi, sabun colek, dsb.
Namun memasuki dekade 2000-an seiring dengan semakin terbuka dan tumbuhnya mesin ekonomi Indonesia, keberadaan toko kelontong semakin ditinggalkan. Tuntutan konsumen yang mulai mencari rasa nyaman (dengan pendingin udara), sifat belanja harian menjadi mingguan, serta menuntut adanya receipt transaksi mulai memompa lahir serta tumbuhnya mini market di sekitar pemukiman penduduk.
Sajian nominal harga yang terkadang "sedikit" lebih mahal dari toko kelontong tidak menjadi masalah material bagi konsumen. Secara perlahan tapi pasti, mini market mulai mendapat "hati" konsumen.
Lantas bagaimana kondisi mini market hari ini?
Setelah mengalami masa panen kurang lebih selama 2 dekade, mini market mulai mengalami stagnasi pertumbuhan. Isu dan penolakan kehadirannya akibat pertumbuhan yang semakin tidak terkendali sdi wilayah pemukiman hingga menimbulkan isu terkait mematikan toko kelontong menjadi hambatan utama dalam melakukan ekspansi.
Hal ini juga diperparah dengan semakin maraknya pengembangan toko virtual maupun aplikasi pendukung lainnya yang menawarkan banyak kemudahan dan potongan garga yang "menggiurkan", sehingga menjadi tidak salah apabila di awal tahun 2018 kita banyak mendengar tentang tumbangnya bisnis minimarket di Indonesia. Bahkan salah satu emiten besar mengumumkan koreksi pendapatan hingga 50% dari pencapaian tahun sebelumnya sebagai akibat perubahan pola belanja masyarakat..
Untuk menjawab tantangan yang ada, hari ini para pengusaha mini market mulai membangun inovasi berbasis kemitraan dengan toko kelontong. Upaya ini dilakukan untuk memperbaiki gap yang terjadi antara mini market dan toko kelontong. Pola yang dibangun pun dilakukan degan menciptakan rantai pasok baru yang lebih efisien bagi penyediaan produk toko kelontong, meski beberapa sisi juga banyak dikritisi karena juga melahirkan ketergantungan penyediaan barang di toko kelontong pada jaring mini market.
Mengapa Social Innovation?
Setelah kita mampu menerjemakan pentingnya inovasi, kita mulai beralih kepada hal mengapa inovasi sosial.
Inovasi Sosial sama dengan menemukan ide baru yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kehidupan masyarakat. Inovasi sosial diciptakan untuk memecahkan masalah "kita".
Lantas bagaimana Social Innovation terkait dengan CSR
Gambar diatas bukan sekedar tentang bagaimana menjaga rantai pasokan. Dan ini menjadi berarti saat tujuan bisnis dan penyelesaian masalah sosial bertemu.
Sebenarnya apa yang menjadi pembeda dari aktivitas yang dilakukan perusahaan?
Jawabnya adalah kebebasan para petani untuk menentukan kemana mereka akan menjual.
Perusahaan sadar bahwa harga kedelai hitam rendah di tingkat petani dan cenderung banyak dimainkan "perantara" sehingga untuk mengubah kondisi yang ada bukanlah pekerjaan mudah abgi kedua belah pihak.
Perusahaan bekerja untuk memberi banyak pelatihan dan akses pasar bagi petani. Dan banyak dari petani memang menikmati hasil dari pelatihan untuk mendukung produksi.
Namun demikian nilai dari aktivitas lahir saat para petani yang terlibat, tidak terikat perjanjian untuk menjual produk pertanian mereka kepada perusahaan.
Inovasi sosial hadir bukan semata untuk menyelamatkan supply perusahaan tapi mengangkat petani untuk terbebas dari belenggu kesewenangan "perantara" dan pasar.
Inovasi sosial bukan semata transaksi tapi pelibatan nilai sosial atasnya.
(bersambung)
Komentar
Posting Komentar