Gelombang Panas dalam beberapa pekan terakhir mulai merambat daratan
Eropa dan sebagian besar Asia. Banyak langkah yang dilakukan oleh otoritas
masing-masing negara untuk menanggulangi kejadian alam tersebut.
Gelombang Panas menjadi momok yang mengerikan, bukan karena semata dampaknya
yang dapat memicu kebakaran hingga kematian, namun juga karena gelombang panas tersebut
mampu merusak produksi di sektor pertanian.
Dalam beberapa pekan setelah terjadinya gelombang panas di kawasan
Eropa harga gandum “berhasil” mencapai level tertinggi dalam 4 tahun terakhir(mencapai
6 – 7 dollar AS per bushel). Adapun di pasar Amerika (pasar future Chicago),
harga gandum terkerek naik hingga mencapai level tertinggi dalam 3 tahun
terakhir.
Suhu panas dan kering yang menjadi tipikal dari gelombang panas
menyebabkan pertumbuhan tanaman gandum terhambat dan kualitas yang
dihasilkannya berkurang.
The Wall Street Journal dalam edisi Juli 2018 mencatat bahwa kondisi
yang demikian membawa konsekuensi harga roti dan pakan ternak yang semakin
mahal.
Dalam rilisan Bloomberg 8/8/2018, Jerman pada tahun ini akan mengalami
jumlah panen terkecil dalam 24 tahun terakhir. Panen gandum Jerman akan berada
di bawah tingkat konsumsi domestik untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun
terakhir. Kondisi serupa juga diperkirakan melanda Rusia, Ukraina, Perancis,
Inggris, Australia dan China.
Di bidang peternakan kondisi yang sama juga telah menghantui. Di Swiss
misalnya, akibat gelombang panas yang menyerang kawasan peternakan membuat pemerintah
mengerahkan Angkatan Udara untuk mengguyur air di kawasan peternakan sepanjang
selasa pekan lalu. Pemerintah bahkan menerbitkan aturan pemangkasan tarif pakan
ternak dan menawarkan pinjaman tanpa bunga bagi petani.
Masih akankah kita tidak mempercayai pemanasan global yang tengah
mengancam?
Komentar
Posting Komentar