Plato's apology of Socrates


Plato's apology of Socrates adalah suatu tulisan mengenai pidato yang dibuat Socrates pada persidangan dimana ia dituduh tidak mengakui dewa yang diakui negara, menciptakan dewa baru dan merusak pemuda Athena.

Namun mengartikan “apology” dalam konteks pidato ini tidak dapat disamakan dengan permintaan maaf, karena kata “apology” disini dimaknai sebagai suatu pidato pembelaan/ pertahanan.

Setidaknya terdapat 2 poin utama dalam teks Plato's apology of Socrates:
Pertama, Socrates sebagaimana ditulis dalam pidato ini mempertanyakan pendapat Oracle di Delphi yang terkenal sebagai orang bijaksana yang mengetahui segalanya. 
Bagi Socrates pengejaran akan kebijaksanaan harus dilakukan melalui pemeriksanaan dan proses bertanya terus-menerus agar ia tidak terjebak dalam pikiran bahwa dirinya telah mendapat kebenaran mutlak.
Hal ini tentunya bertabrakan dengan keberadaan Athena sebagai komunitas politik karena banyak dari pertanyaan yang diajukan Socrates kepada para pihak gagal untuk dijawab, sehingga menyebabkan “kemuakan”.
Sebagaimana digambarkan secara lengkap dalam pidato tersebut, bahwa ia (baca: Socrates) banyak mempertanyakan dan menyelidiki hal-hal di bawah bumi dan hal-hal surgawi.
Kemudian secara lebih mendalam, bagi Socrates, kebanggan berlebih atas pengetahuan yang dimiliki seseorang akan mengakibatkan kerusakan jiwa yang pada ujungnya memberi rasa tidak bahagia.
Kedua, dalam teks Plato's apology of Socrates, ia (Socrates) juga menjelaskan “hakikat” tentang kematian. Baginya usia ke 70 akan membawanya kepada kematian secara alami, tapi dengan pengadilan ini, orang-orang akan menanggung tanggung jawab atas kematiannya.
Baginya kematian hanya merupakan tidur dan perubahan tempat. Dan kematian bukan hal yang perlu ditakutkan karena hendaknya manusia “hanya” takut jika mereka tidak melakukan perbuatan adil atau tidak saleh (melarikan diri dari kejahatan).
Arti dari ungkapan ini ialah untuk menjalani kehidupan dengan baik di atas segalanya termasuk kematian.
Mengenai alternatif hukuman yang ditimpakan kepadanya, Socrates dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak akan memilih dipenjara karena hal tersebut sama dengan membuatnya diperbudak oleh para petugas, dia tidak akan memilih denda dengan hukuman penjara sampai ia dapat membayar karena ia miskin dan ini berarti  penjara seumur hidup, serta ia juga tidak bisa menerima pengasingan karena kemana-pun ia pergi, pemuda akan mendengarkannya dan ia akan terus mengalami pengusiran.
.
Dalam konteks global, cerminan dari pengalaman Socrates juga seolah menjadi peristiwa yang berulang. Sebut saja nama ilmuwan yang mendedikasikan hidupnya bagi ilmu pengetahuan seperti: (1) Galileo Galilei yang membuktikan jika teori Copernicus tentang bumi adalah bulat dan planet-planet lain mengelilingi matahari sebagai pusat sistem tata surya dan pembuktian teori heliosentris tentang pasang air laut akibat perputaran bumi dan (2) Nicolaus Copernicus yang menyatakan matahari sebagai pusat tata surya. Akibat sikap keduanya yang mempertanyakan pengetahuan dari Gereja, keduanya walau berbeda periode kehidupan dijatuhi hukuman penjara hingga mati.

Baru setelah periode pencerahan lahir, “dosa”keduanya diampuni, Gereja bahkan merehabilitasi nama keduanya dan mengakuinya sebagai ilmuwan penyumbang sains modern.

Di Indonesia sendiri, beberapa praktik pengetahuan yang kemudian ditabrakan pada tata budaya juga pernah terjadi. Sama seperti Galileo dan Copernicus, ia “lumat” dalam cemooh di periode mereka hidup dan mendapat kemuliaan abadi setelah kematiannya.

Kembali pada pidato Socrates yang dituliskan Plato, kita dapat melihat gambaran jelas dari tindak kebajikan Socrates yang dapat menjadi teladan.

Salah satu hal yang membuat teks pidato ini menjadi begitu istimewa  dan begitu banyak dilanjutkan generasi setelahnya ialah meskipun Socrates diadili untuk hidupnya, tapi ia berjuang untuk sesuatu yang dianggapnya jauh lebih penting yakni kebenaran.

Komentar