Enlightment
atau dalam bahasa Kant disebut juga sebagai zaman pencerahan merupakan jaman yang lahir ditandai
dengan pembebasan manusia dari ketidakdewasaan (unmundigkeit) yang ia ciptakan sendiri.
Ketidakdewasaan yang dimaksud disini muncul bukan semata dari ketidakmampuan orang untuk berpikir, namun lebih karena ia (baca: orang tersebut) “enggan” atau takut untuk berpikir sendiri. Melalui penalaran akan “pencerahan”, Kant menyarankan manusia agar berani berpikir sendiri.
Ketidakdewasaan yang dimaksud disini muncul bukan semata dari ketidakmampuan orang untuk berpikir, namun lebih karena ia (baca: orang tersebut) “enggan” atau takut untuk berpikir sendiri. Melalui penalaran akan “pencerahan”, Kant menyarankan manusia agar berani berpikir sendiri.
Manusia sebelum jaman pencerahan belum memiliki sikap kritis dan rasionya belum digunakan, sehingga ketika terjadi pencerahan mereka baru tersadar akan banyaknya kesalahan yang terjadi terhadap rasionya. Kesalahan tersebut terletak pada “keterpusatan” manusia pada otoritas di luar dirinya seperti wahyu ilahi, ajaran gereja dan bahkan negara.
Ide
atas pencerahan secara langsung dituliskan Kant dalam buku berjudul Beantwortung der Frage:
Was ist Aufkarung atau dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai Jawaban atas
pertanyaan: Apa itu pencerahan?
Mengekstrasi cara berpikir Kant berarti membangun telaah kritis atas produk budaya di jamannnya.
Mengekstrasi cara berpikir Kant berarti membangun telaah kritis atas produk budaya di jamannnya.
Adalah Theodor
Adorno dan Max Horkheimer, dua pemikir berkebangsaan Jerman yang kerap melakukan kritik atas pemahaman Kant tentang
pencerahan. Menurut keduanya, Kant telah mempersempit pemaknaan “pencerahan” menjadi
akal budi yang semata untuk menguasai alam dan menguasai manusia lainnya.
Dalam
karya lanjutannya kemudian, Kant pernah menulis bahwa manusia tidak boleh diposisikan
sebagai sarana. Manusia menurut Kant adalah tujuan dari setiap tindakan moral.
Dengan demikian, tindakan-tindakan yang memecah belah sebaiknya dipinggirkan
karena hal itu bertentangan dengan ciri manusi sebagai makhluk sosial dan
bijaksana, bukan homo homini lupus yang mana mendefinisi manusia sebagai
serigala bagi manusia lainnya.
Komentar
Posting Komentar